Skip to main content

Kebijaksanaan dalam ‘Jancuk’


Judul : Jiwo J#ncuk
Penulis : Sujiwo Tejo
Penerbit : Gagas Media
Tebal Buku : 196 Hlm
Tahun terbit : 2012
ISBN : 9797805727

Ketika membaca judul buku ini mungkin orang mengira buku ini berisikan tentang kritikan Sujiwo Tejo si penulis Jiwo J#ncuk kepada pemerintah Indonesia. Sujiwo Tejo memang terkenal dengan kritikan-kritikan pedas dan cerdasnya mengenai hal tersebut. Namun, sesungguhnya isi buku ini tidaklah seperti dua buku sebelumnya yakni Ngawur karena Benar dan Lupa Endonesa.




Siapa sangka, Sujiwo Tejo yang dikenal sebagai dalang nyeleneh dan gila ini ternyata memiliki sisi romantis. Pada bab satu buku ini yang bertajuk Amor, Sujiwo Tejo menuliskan kisah-kisah romantic yang terkesan seperti pernah ia alami dulu waktu masih kuliah. Bahasanya ringan, sederhana, tapi pesan romantisnya luar biasa mengena. Kemudian ia menuturkan tentang ‘perempuan’ bahwa perempuan itu suka es krim dan coklat, tapi mereka lebih suka kepastian. Di sini penulis juga menyampaikan secara bijaksana mengenai kesetiaan cinta. Kita ini makhluk special yang diciptakan Tuhan. Hal ini tentu menunjukkan bahwa kita dicintai oleh Tuhan. Namun, ketika kita berjumpa dengan lawan jenis lantas jatuh cinta, kita sering lupa dengan Tuhan. Padahal dalam buku ini disebutkan “Tuhan itu Maha Mencintai tapi juga Maha Pencemburu.”

Buku ini terdiri dari empat bab: Amor, Metropolitan, Ceplas-ceplos, dan Twit Wayang. Ada satu bagian menarik di Bab Metropolitan tentang kemacetan yang terjadi di Jakarta. Dengan polos dan kocaknya, penulis mengungkapkan bahwa jangan heran kalau setiap pukul sepuluh pagi jalanan Jakarta sering macet karena banyak ibu-ibu sosialita yang mengendarai mobil untuk pergi berbelanja. Pada bab ini ia banyak mengungkapkan kritik kocak mengenai kehidupan di kota metropolitan yang serba galau.

Bab Ceplas-ceplos merupakan ungkapan dari hasil pemikirannya tentang masa lalu dan masa kini. Secara cerdas ia mengungkapkan soal pendidikan di Indonesia yang mana sudah lazim di kita bahwa para orang tua itu selalu menganjurkan anak-anaknya untuk masuk jurusan IPA supaya sewaktu kuliah bisa menjelajah ke jurusan mana pun sedangkan jurusan IPS tidak. Padahal menurutnya, IPA maupun IPS itu sama saja.

Bukan Sujiwo Tejo namanya kalau tidak pula mencantumkan kisah-kisah wayang di dalam bukunya. Dari ketiga bukunya, ia selalu menggunakan tokoh punakawan sebagai lakon utama ceritanya. Di sini pembaca akan tahu apa itu punakawan, mengapa mereka (bagi penulis) dianggap sebagai sosok-sosok yang bijaksana dan patut diteladani, dan penulis sangat mengagumi tokoh Semar. Di akhir bagian, penulis menuliskan filosofi kehidupan melalui tokoh wayang favoritnya itu:
Gareng itu lambang keintelektualan dalam dirimu. Ketika kamu kritis mempertanyakan berbagai hal, kamu sedang meng-Gareng.
Ketika kamu sedang easy going dan take easy terhadap apa pun, kamu sedang mem-Petruk.
Ketika kamu sedang ingin memberontak terhadap apa pun, maka kamu sedang mem-Bagong.
Namun, biarlah #Semar dalam dirimu yang akan memoderatori kemunculan Panakawan dalam batinmu secara situsional.
Petruk: lambang kehendak, berhati-hati dalam menentukan keinginan, harus tetap rendah hati, dan waspada.

Kata-kata ‘jancuk’ di Jawa Timur terkenal sebagai umpatan yang sangat kasar dan tabu. Namun, di masa sekarang, generasi SUJU kata Sujiwo Tejo, kata-kata Jancuk bukan lagi ungkapan yang tabu. Justru saat ini jancuk dikenal sebagai umpatan keakraban. Penulis pun menjelaskannya secara rinci mengenai makna kata Jancuk ini. Salah satu kutipannya: #JANCUK tuh ungkapan beragam dari kemarahan sampai keakraban, tergantung sikon seperti FUCK. tapi orang munafik langsung nyensor. Pada akhirnya, kesimpulannya adalah JANCUK memiliki banyak makna tergantung konteks komunikasinya. Tidak semua kata-kata JANCUK berarti umpatan.

Buku ini cukup menghibur pembaca. Sujiwo Tejo dengan sangat rapi menyusun kata-kata yang sederhana namun tetap bernuansa kocak. Apa yang diungkapkannya di sana terasa sangat dekat dengan pembaca sehingga membuat pembaca berpikir “Oh, benar juga, ya…”. Emosi pembaca pun cukup dipermainkan di sini. Di awal kita akan diajak bergalau ria, merenung, lalu semakin ke belakang pembaca bisa saja tertawa lepas bahkan sampai terbahak-bahak karena memang kocaknya pemikiran yang disampaikan penulis di sini. Dari semua hasil pemikirannya, pembaca pun akan menarik kesimpulan bahwa hidup ini sebenarnya sederhana dan Tuhan itu Maha Pencemburu.


Meski begitu, konten bab yang berbeda-beda tema cukup membuat pembaca bingung sebenarnya apa yang menjadi inti dari buku ini. Di awal kita di ajak belajar tentang cinta, tiba-tiba kita dibawa ke nuansa perkotaan. Bab yang terlalu random ini pun membuat buku ini menjadi bias dan tidak fokus pada satu tema. Mungkin memang ini yang menjadi ciri khas Sujiwo Tejo, nyentrik, aneh, tapi mengena. 


.arifina007.

Comments

Popular posts from this blog

Bencana Lisan: Ingat, Setiap Perkataan Kita Juga Dicatat Malaikat!

Judul : Bencana Lisan: Belajar Akhlak Kepada Nabi Penyusun : Vbi_djenggoten Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Tahun terbit : 2016 Tebal buku : 184 halaman Mulutmu harimaumu. Salah satu kebiasaan kita sehari-hari yang bisa menjerumuskan pada perbuatan dosa adalah berkata-kata. Nggak cuma secara lisan, tapi juga berkata-kata melalui tulisan di media sosial misalnya. Mungkin buat kita semua perkataan yang terucap setiap hari nggak berpengaruh apa-apa sama kehidupan kita keesokan harinya, tapi jangan lupa kalau ada malaikat yang selalu mencatat semua perbuatan kita setiap harinya. Vbi_djenggoten kembali memberikan buku pelajaran akhlak yang sangat asyik berjudul Bencana Lisan. Sebelumnya ia sudah "menggambar" lebih dari lima buku akhlak, salah satunya yang paling nge-hits adalah serial 33 Pesan Nabi yang kemudian dibukukan jadi satu seri saja berjudul 99 Pesan Nabi. Masih sama dengan buku-buku sebelumnya, di buku Bencana Lisan ini Vbi_djenggoten tetap ...

Mengintip Gerak-gerik Televisi Indonesia dari Buku Media&Kekuasaan

Judul : Media & Kekuasaan Penulis : Ishadi SK Penerbit : Kompas Gramedia Tahun terbit : 2014 Tebal : 286 hlm Pengaruh kepentingan pemilik media dan kepentingan politik pemerintah akan selalu mengikat gerak-gerik jurnalis di media kita saat ini. Pengaruh tersebut ternyata bukan terjadi pada era pasca Pemilu 2014 ini melainkan sudah sejak pertama kali berdirinya TVRI di Indonesia. Televisi memiliki pengaruh yang sangat besar dalam mengkonstruksi pemahaman masyarakat tentang apa yang sedang terjadi di Indonesia ini. Hal ini pun membuat masyarakat semakin cerdas mengkritik dan di samping itu pula pemerintah seolah merasa “terancam” gerak-geriknya lantaran cepatnya informasi tersebar ke berbagai daerah di Indonesia. Buku ini diangkat dari karya ilmiah disertasi Ishadi SK dalam program doktoralnya di Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia. Disertasi ini sebenarnya sudah disusun sepuluh tahun silam, namun baru dibukukan sekarang karena harus melalui proses penyuntingan yang ...

Kisah Naif Pejuang Cinta, Ayah

Judul : Ayah Penulis : Andrea Hirata Penerbit : Bentang Pustaka Tebal :432 Halaman ISBN :  978-602-291-102-9 Sabari jatuh cinta mati kepada Marlena. Ia memperjuangkan rasanya tersebut selama kurang lebih 11 tahun lamanya demi mendapat balas cinta dari Lena. Perjuangannya berhasil. Ia dan Lena akhirnya menikah dan punya anak yang dipanggilnya Zorro lantaran si bocah yang secara fisik jauh lebih baik dari ayahnya ini sedari bayi tidak ingin melepaskan boneka Zorro pemberian ayahnya. Sabari sangat menyayangi Zorro. Sayangnya, Lena hingga Zorro lahir tidak sedikitpun menaruh cinta pada Sabari hingga akhirnya ia meminta cerai. Lena membawa Zorro dan tinggallah Sabari sendirian. Sejak saat itu hidup Sabari berantakan dan tingkahnya sudah hampir mirip orang gila. Beruntung ia punya sahabat karib bernama Ukun dan Tamat yang sampai Sabari cerai pun masih jadi bujang bangkotan. Ukun dan Tamat turut berjuang membantu Sabari agar dirinya tak terlanjur gila dengan mencari Lena da...